Kritik Lukisan Beserta Contohnya
Kritik Seni
Lukis - Jika
anda bertanya Apa Sih sebenarnya yang di maksud kritik seni ?? Untuk jawaban lebih
jelasnya dapat anda baca penjelasan
dibawah ini. Dalam
uranian berikut yang maksud adalah seni lukis. Jadi yang akan kami beri contoh
adalah kritik seni lukis / kritik lukisan.
Kritik
karya seni memiliki perbedaan tujuan dan kualitas. Karena perbedaan tersebut,
maka dijumpai beberapa jenis karya seni seperti yang disampaikan oleh Feldman
(1967) yaitu kritik populer (popular criticism), kritik jurnalis (journalistic
criticism), kritik keilmuan (scholarly criticism). dan kritik pendidikan
(pedagogical criticism). Pemahaman terhadap keempat tipe kritik seni dapat
mengantar nalar kita untuk menentukan pola pikir dalam melakukan kritik seni.
Setiap tipe mempunyai ciri (kriteria), media (alat : bahasa), cara (metoda),
sudut pandang, sasaran, dan materi yang tidak sama.
1. Kritik
Populer,
Kritik populer adalah jenis kritik seni yang ditujukan untuk konsumsi
massa/umum. Tanggapan yang disampaikan melalui kritik jenis ini biasanya
bersifat umum saja lebih kepada pengenalan atau publikasi sebuah karya. Dalam
tulisan kritik populer, umumnya dipergunakan gaya bahasa dan istilah-istilah
sederhana yang mudah dipahami oleh orang awam.
2.
Kritik Jurnalis,
Kritik jurnalis adalah jenis kritik seni yang hasil tanggapan atau
penilaiannya disampaikan secara terbuka kepada publik melaui media massa
khususnya surat kabar. Kritk ini hampir sama dengan kritik populer, tetapi
ulasannya lebih dalam dan tajam. Kritik jurnalistik sangat cepat mempengaruhi
persepsi masyarakat terhadap kualitas dari sebuah karya seni, tertama karena
sifat dari media massa dalam mengkomunikasikan hasil tanggapannya
3.
Kritik Keilmuan,
Kritik keilmuan merupakan jenis kritik yang bersifat akademis dengan
wawasan pengetahuan, kemampuan dan kepekaan yang tinggi untuk menilai
/menanggapi sebuah karya seni. Kritik jenis ini umumnya disampaikan oleh
seorang kritikus yang sudah teruji kepakarannya dalam bidang seni, atau
kegiatan kritik yang disampaikan mengikuti kaidah-kaidah
atau metodologi kritik secara akademis. Hasil tanggapan melalui kritik keilmuan
seringkali dijadikan referansi bagi para kolektor atau kurator institusi seni
seperti museum, galeri dan balai lelang.
4.
Kritik Kependidikan
Kritik kependidikan merupakan kegiatan kritik yang bertujuan mengangkat
atau meningkatkan kepekaan artistik serta estetika subjek belajar seni. Jenis
kritik ini umumnya digunakan di lembaga-lembaga pendidikan seni terutama untuk
meningkatkan kualitas karya seni yang dihasilkan peserta didiknya. Kritik jenis
ini termasuk yang digunakan oleh guru di sekolah umum dalam penyelenggaraan
mata pelajaran pendidikan seni.
Contoh Kritik Seni (Lukisan)
Kritik Seni
Karya Lukis Mulyo Gunarso
Judul karya :
Ironi dalam Sarang
Nama Seniman :
Mulyo Gunarso
Bahan : Cat Akrilik
dan pensil di atas Kanvas
Ukuran : 140
cm x 180 cm
Tahun
Pembuatan : 2008
1.
Deskripsi Karya
Karya
lukis oleh Gunarso yang berjudul “Ironi dalam Sarang” masih divisualisasikan
dengan metaforanya yang khas yaitu bulu-bulu meski tidak sebagai figure
sentralnya. Material subjeknya merupakan gambar tentang semut-semut yang mengerumuni
sarang burung dan diatasnya dilapisi lembaran koran, didalamnya terdapat
berbagai macam makanan seperti, beras putih, yang diberi alas daun pisang di
atasnya terdapat seekor semut, bungkusan kertas seolah dari koran bertuliskan
ulah balada tradisi, potongan dari sayuran kol, satu butir telur dan juga
makanan yang dibungkus plastik bening, disampingya juga terdapat nasi golong,
seperti ingin menggambarkan makanan untuk kenduri. Selain itu di dalam sarang
juga terdapat kerupuk dan jajanan tradisional yang juga dibungkus plastik
bening, dan entah mengapa diantara sejumlah makanan yang berbau tradisional
juga terdapat sebuah apel merah, minuman soda bermerek coca-cola yang tentunya
bukan menggambarkan produk dalam negeri. Tumpahan coca-cola menjadi pusat
krumunan semut yang datang dari segala penjuru.
Medium
lukisan Gunarso adalah cat akrilik yang dikerjakan di atas kanvas berukuran 140
cm x 180 cm dengan kombinasi pensil pada backgroundnya membentuk garis
vertikal. Teknik yang digunakan dominan ialah dry brush yaitu teknik sapuan
kuas kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah realistik dengan gaya
surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang
tercermin dari hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya
asyik bermain-main dengan komposisi.bagaimana ia mencoba menyampaikan
kegelisahanya dalam bentuk karya dua dimensi yang menyiratkan segala
kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna- warna yang
menjadi karakter dalam karya lukisnya.
2.
Analisis
Makna
atau isi karya seni selalu disampaikan dengan bahasa karya seni, melalui tanda
atau simbol. Ungkapan rupa dan permainan simbol atau tanda tentu tidak datang
begitu saja, ada api tentu ada asap. Begitu juga ketika kita menganalisis sebuah
karya, perlu tahu bagaimana asap itu ada, dengan kata lain, bagaimana kejadian
yang melatarbelakangi penciptaan karya. Pada dasarnya tahapan ini ialah
menguraikan kualitas unsur pendukung ‘subject matter’ yang telah dihimpun dalam
deskripsi.
Representasi
vsual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai
dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek.Permainan garis
pada background dengan kesan tegak, kuat berbanding terbalik dengan bulu-bulu
yang entah disadarinya atau tidak. Penggunaan gelap terang warna juga telah
bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata, tetapi Gunarso tidak memainkan
tekstur disana. Kontras warna background dengan tumpahan coca-cola yang justru
jadi pusat permasalahan justru tak begitu terlihat jelas agak mengabur, begitu
juga dengan kerumunan semut-semut sedikit terlihat mengganggu, tetapi secara
keseluruhan komposisi karya Gunarso terlihat mampu sejenak menghibur mata
maupun pikiran kita untuk berfikir tentang permasalahan negri ini.
3.
Intepretasi
Setiap
karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin disampaikan dan
kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului
dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat orang
membaca karya seni boleh saja sama tetapi dalam menafsir akan berbeda karena
diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang atau paradigma.
Gunarso
tak pernah lepas dari hubunganya terhadap kegelisahan sosial, yang selalu
menjadi isu sosial bangsa ini. Dengan bulu-bulunya yang divisualkan dalam
lukisan sebagai simbol subjektif, yaitu menyimbolkan sebuah kelembutan,
kehalusan, ketenangan, kedamaian atau bahkan kelembutan, kehalusan tersebut
bisa melenakan dan menghanyutkan, sebagai contoh kehidupan yang kita rasakan di
alam ini. Inspirasi bulu-bulu tersebut didapatnya ketika dia sering melihat banyak
bulu-bulu ayam berserakan.
Dalam
karya ini, Gunarso mengibaratkan manusia seperti semut, yang selalu tidak puas
dengan apa yang didapat, menggambarkan tentang seorang atau kelompok dalam
posisi lebih (misalnya pejabat) yang terlena oleh iming-iming negara asing,
sehingga mereka sampai mengorbankan bahkan menjual “kekayaan” negerinya kepada
negara asing demi kepentingan pribadi maupun golonganya. Divisualkan dengan
semut sebagai gambaran orang atau manusia (subjek pelaku) yang mana dia
mengkerubuti tumpahan coca-cola sebagai idiom atau gambaran negeri asing.
Gunarso ingin mengatakan tentang ironi semut yang mengkerubuti makanan, gula,
sekarang mengkerubuti sesuatu yang asing baginya, meski cukup ganjal karena
semut memang sudah biasa dengan mengekerubuti soft drink coca-cola yang rasanya
manis. Mungkin Gunarso mengibaratkan semut tadi sebagai semut Indonesia yang
sebelumnya belum mengenal soft drink, sedangkan sarang burung sebagai gambaran
rumah tempat kita tinggal (negeri ini), yang ironisnya lagi dalam sarang
terdapat makanan gambaran sebuah tradisi yang bercampur dengan produk asing yang
nyatanya lebih diminati.
Dalam berkarya
gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri yang
mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang
disadurkan kepada audiens, bagaimana dia mampu menarik dan memancing audiens
untuk berinteraksi secara langsung dan mencoba mengajak berfikir tentang apa yang
dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi di dalam negerinya, kegelisahan
tentang segala sesuatu yang lambat laun berubah.
Perkembangan
zaman yang begitu cepat, menuntut kita untuk beradaptasi dan menempatkan diri
untuk berada di tengahnya , namun itu semua secara tidak kita sadari baik itu
karakter sosial masyarakat, gaya hidup dan lain sebagainya dari barat tentunya,
masuk tanpa filter di tengah-tengah kita, seperti contoh, pembangunan gedung
dan Mall oleh orang asing di negeri kita ini begitu juga dengan minimarket,
café yang berbasis franshise dari luar negri sebenarnya merupakan gerbang pintu
masuk untuk menjadikan rakyat Indonesia semakin konsumtif dan meninggalkan
budayanya sendiri. Hal tersebut berdampak pada nasib kehidupan makhluk di
sekeliling kita atau lingkungan di sekitar kita. Gunarso seolah ingin memberi
penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikannya, siapa
lagi kalau tidak dimulai dari kita?
4.
Penilaian
Penilaian
sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau benar
melainkan mengenai pemaknaan tersebut meyakinkan atau tidak. Karya seni dapat
dinilai dengan berbagai kriteria dan aspek, Barret, menyederhanakan penilaian
karya seni ke dalam 4 kategori yaitu realisme, ekspresionisme, formalism, dan
instrumentalisme. Untuk karya Gunarso kali ini, penilaian yang akan digunakan
ialah paham ekspresionisme, yang besifat subyektif, penialaian keindahan suatu
karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut isi
dan makna.
Karya
seni tidak lahir dari begitu saja, selalu berkaitan, berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial
, yang dimaknai sebagai pengalaman estetik. Hasil karya sebagai representasi
dari emosi-emosi modern seperti karya Gunarso, yang ingin merepresentasikan
kemelut yang terjadi dalam perkembangan negeri ini, termasuk keresahannya
mengenai hal tersebut.
Coca-cola
tidak selamanya manis, dan yang manis tak selamanya dirasakan manis oleh orang
yang berbeda. Semut yang pada dasarnya menyukai sesuatu yang bersifat manis
sehingga menjadi hal yang sangat wajar apabila semut-semut itu lebih suka
mengerumuni tumpahan coca-cola dibandingkan makanan lain yang berada dalam
sarang tersebut walaupun masih ada satu dua semut yang mengerumuni beras dan
bungkusan kerupuk.Seperti halnya manusia yang oleh Gunarso dalam karya ini
digambarkan seperti semut lebih menyukai hal-hal yang yang menyenangkan dan
menguntungkan untuk mereka tanpa mempedulikan dampak negatifnya meskipun itu
asing bagi mereka. Akan tetapi tidak semua orang ingin merasakan hal yang sama
karena masih ada orang-orang yang tetap mempertahankan sesuatu yang sejak dulu
sudah menjadi miliknya.
Dalam
pembuatan karya-karyanya Gunarso seolah tidak ingin meninggalkan bulu-bulu yang
menjadi metafornya meskipun dia telah bereksperiman dengan berbagai media dan
tema yang berbeda ,seperti yang dilakukan oleh para seniman-seniman
ekspresionis yang menciptakan bentuk-bentuk baru tanpa meninggalkan keunikan
dan individualitas mereka. Gunarso melukiskan tumpahan coca-cola sebagai pusat
kerumunan semut untuk menghadirkan penekanan emosional. Penempatan coca-cola
diantara makanan-makanan dalam negeri juga dibuat untuk membangkitkan emosi
yang melihatnya.Kelebihan dari karya Gunarso adalah bahwa karyanya ini memiliki
komposisi warna dan penempatan objek yang enak dipandang mata, dengan
warna-warna yang ditampilkannya sangat serasi dengan ide lukisan yang ia
angkat.
Tetapi
salah satu yang menjadi kekurangan karyanya adalah adanya bulu dalam lukisannya
sepertinya sedikit menganggu, alangkah lebih baik jika Gunarso menghilangkan
salah satu idiom yang terdapat dalam lukisannya, apakah itu semut-semutnya atau
bulu-bulunya. Hal itu dikarenakan dengan keberadaan semut-semut sedikit
menghilangkan/menutupi bulu-bulu dalam lukisannya yang menjadi ciri khas dalam
setiap lukisan yang ia ciptakan.